Puncak Mahameru

Puncak Mahameru yang merupakan atap pulau jawa

Perjalanan ke gunung tertinggi di pulau Jawa yang di Malang, Jawa Timur ini diadakan pada saat libur lebaran tahun 2010, tepatnya dari tanggal 12 sampai 18 September 2010. Saya melakukan perjalanan ini bersama Bobby, Icha, Dilon dan Fikri. Kami bertemu di stasiun Pasar Senen pada hari Minggu 12 September 2010 dengan menumpang kereta api Mataremaja tujuan Malang. Kami tiba di Malang keesokan harinya sekitar jam dua siang, setelah menempuh perjalanan sekitar 22 jam. Setelah berfoto-foto sejenak di depan stasiun, kami bergegas mencari angkutan menuju Tumpang. Kami berjumpa dengan beberapa pendaki di sekitar stasiun, yang juga punya tujuan yang sama mendaki Mahameru. Kami pun menyewa angkot, yang akhirnya bisa penuh satu angkot (13 orang), dan sebagian besar ransel-ransel kami ditaruh di atas. Dari stasiun kereta api Malang ke Tumpang bisa ditempuh kira-kira setengah jam.

Bersama Dion, Icha dan Bobby di stasiun Pasar Senen, Jakarta

Tiba di stasiun kereta api Malang

Di Tumpang kami mengurus perizinan pendakian untuk dibawa nanti di pintu masuk di Ranu Pani. Dari Tumpang menuju Ranu Pani para pendaki bisa memilih angkutan Truk ataupun Jeep, dengan kuota yang berbeda. Waktu itu kami naik truk yang hampir penuh, dan tidak lama lagi akan berangkat. Jarak tempuh dari Tumpang memakan waktu sekitar dua jam, yang membuat kami tiba sekitar jam 6.30 setelah berangkat jam 4 lewat, dari Tumpang.

Di Tumpang mau naik truk ke Ranu Pani

Setibanya di Ranupani, kami langsung mengurus surat perizinan kembali agar kami diperbolehkan mendaki keesokan harinya. Setelah kami menikmati makan malam, kamipun menumpang di basecamp, di rumah pak Tumari, orang yang berperan besar membawa jasad Soo Hok Gie dari puncak Mahameru di tahun 1969.

Perjalanan dari Ranu Pani menuju Ranu Kumbolo.

Pagi harinya saya terbangun sekitar jam empat pagi. Setelah semua telah mandi dan menikmati sarapan pagi juga merapikan semua perlengkapan, kamipun bersiap-siap bergerak menapaki jalur pendakian menuju puncak Mahameru. Perjalanan mula-mula disuguhi dengan pemandangan pedesaan Ranupani, yang banyak dengan pertanian kentang, kubis dan bawang, sebelum kami dihadapkan dengan jalur setapak yang mulai menanjak yang memisahkan kami dengan jalan menuju ladang pertanian penduduk.

Di Ranu Pani sebelum memulai pendakian

Menarik sekali perjalanan menuju pos 1 walaupun menanjak, tapi jalannya sudah terbuat dari batu konblok. :) Setelah kami berjalan kira-kira satu setengah jam, kami akhirnya tiba di pos 1 sekitar jam 9.30. Kami beristirahat sejenak sambil menikmati makanan kecil.

Baru tiba di pos 1

Setelah kami cukup istirahat dan befoto-foto, kami melanjutkan perjalanan kami menuju pos 2. Perjalanan menuju pos 2 bervariasi, ada yang menanjak, ada discountnya juga alias mendatar seperti perjalanan menuju pos 1. Dari pos 1 menuju pos 2 ditempuh kira2 1 jam. Kamipun beristirahat sejenak terlebih dulu di pos 2 sebelum melanjutkan perjalanan ke pos 3.

Di Pos 2

Kami melanjutkan perjalanan kembali setelah berfoto-foto di pos 2. Perjalanan menuju pos 3 juga bervariasi seperti menuju pos 2 tadi, ada yang menanjak, ada discountnya juga dan sesekali kami dihadapkan dengan adanya jurang di sebelah kiri, jadi perlu kehati-hatian yang ekstra meskipun disuguhkan pemandangan di sekitra jurang yang kami lewati. Dari pos 2 menuju pos 3 juga ditempuh kurang lebih selama 1 jam. Kamipun beristirahat sejenak terlebih dulu setelah tiba di pos 3 sebelum melanjutkan perjalanan ke pos berikutnya.

Pemandangan dan jurang menuju pos 3

Jembatan di jalur menuju pos 3

Tiba di pos 3

Setelah kami beristirahat sejenak, makan makanan kecil dan berfoto-foto, kamipun melanjutkan perjalanan kembali yang ada di hadapan mata langsung menanjak ke kanan. Kami dikejutkan dengan pemandangan yang mengagumkan setelah berjalan selama setengah jam dari pos 3, yaitu tampak danau Ranu Kumbolo, dan pos di pinggir danau di kejauhan. Di pos itulah para pendaki biasanya ada beristirahat dan membuat tenda bagi yang akan menginap di sekitar danau. Setibanya di bibir danau, kamipun berfoto-foto sejenak sebelum mendekati pos. Setibanya di pos, ternyata sudah penuh dengan pendaki yang akan menginap dan membuat tenda di sana. Akhirnya kami pun memutuskan membuat tenda di pinggir danau, karena team lebih banyak yang memilih camp di danau dulu dibandingkan lanjut ke Kalimati dan Arcopodo. Kami tiba kira-kira jam 1 siang, dan kami pun akhirnya ngemil-ngemil saja sambil menikmati pemandangan sore hari di sekitar danau Ranu Kumbolo. Sore harinya barulah kami masak untuk makan malam kami, sebelum ngumpet dan tidur di tenda menghindari suasana dingin yang menggigit di danau Ranu Kumbolo.

Lelah terobati ketika terlihat danau Ranu Kumbolo di hadapan kami

Edelweiss gunung Semeru

Tiba di bibir danau Ranu Kumbolo

Berfoto terlebih dulu di bibir danau Ranu Kumbolo

Berfoto terlebih dulu sebelum mendirikan tenda di pinggir danau

Kabut Ranu Kumbolo yang terkenal itu

Tenda telah siap

Perjalanan dari Ranu Kumbolo menuju Arcopodo
Pagi hari saya terbangun sekitar jam 5 pagi, masih agak ngantuk karena sering terbangun di malam hari karena Dion yang sering mengigau seolah-olah sedang berbincang-bincang dengan seseorang, yang saya kira dia sedang ngomong di HP yang sempat saya berpikir, “koq bisa dapat sinyal ya…?”. Menjelang setengah 6 saya keluar dan menikmati suasana pagi di pinggir danau. Suasana sunrise dan sunset di pinggir danau Ranu Kumbolo sama-sama indah sekali, walaupun matahari sendiri tidak dapat terlihat. Setelah melihat-melihat para pendaki yang berkemah yang cukup banyak saat itu karena suasana liburan lebaran, saya pun dan teman-teman yang lain berjalan-jalan menikmati pemandangan di sisi lain dari danau sekaligus survey dimana tempat yang nyaman dan aman untuk mandi dan berenang. :)

Suasana pagi hari di Ranu Kumbolo

Tenda-tenda para pendaki yang meginap di Ranu Kumbolo

Kami benar-benar menikmati suasana pagi hari di Ranu Kumbolo saat itu, sehingga kami bergerak kembali setelah matahari mulai meninggi, menjelang jam 11, dan saya kembali jadi team sapu saja sendiri belakangan jalannya. Trek yang langsung dihadapi di depan mata adalah tanjakan cinta, trek menanjak sekitar 200 meter tanpa discount yang memiliki kemiringan kira-kira 45 derajat, yang konon menurut mitos, bila siapa yang memikirkan pasangannya dan berhasil melewati tanjakan cinta tanpa menoleh ke bawah dan berhenti sampai di atas, ia akan berjodoh dan cintanya akan abadi selamanya. Banyak yang ternyata gagal ketika mencoba tanjakan tersebut tanpa menoleh dan berhenti sampai ke ujung tanjakan tersebut, tak terkecuali saya. :)

Bila sampai di atas sana di ujung Tanjakan Cinta, pemandangan indah sekali, di depan sana terlihat padang savana Oro-oro Ombo, dan bila menghadap ke belakang kita melihat keindahan danau Ranu Kumbolo dari ketinggian lagi. Di atas sini waktu yang cocok untuk beristirahat sejenak, minum seteguk air dan menikmati pemandangan sejauh mata memandang semarak dengan kehijauan padang savana dan pohon pinus.

Perjalanan saya lanjutkan turun menuju padang savana Oro-oro Ombo, kawasan pada rumput seluas kira-kira 100 Ha, berada di sebuah lembah yang dikelilingi oleh bukit-bukit gundul dengan tipe ekosistem yang didominasi rumput. Padang ini mirip mangkuk dengan hamparan rumput berwarna kuning kehijauan. Pemandangannya sangat indah sekali. Pada musim hujan di padang tersebut banyak terdapat genangan air.

Setelah Savana, kita akan melalui kawasan hutan Cemoro Kandang yang ditumbuhi pohon cemara dan tumbuhan paku-pakuan. Jalur pendakian relatif datar, terletak di sebelah selatan Savana Oro-Oro Ombo. Disini lah saya akhirnya tidak berjalan sendiri lagi, karena bertemu dengan teman-teman satu team yang sedang beristirahat, yaitu Dion dan Fikri, sedang Bobby dan Icha masih di depan. Saya ikut beristirahat sebentar menikmati seteguk dua teguk air. :)

Setelah meninggalkan hutan Cemoro Kandang, kita akan menemukan daerah Savana Jambangan, sebuah padang rumput yang diselilingi tumbuhan cemara, dan Edelweiss. Savana ini sangat ideal untuk tempat beristirahat sejenak karena relatif datar. Dari tempat ini kita dapat melihat Puncak Mahameru yang terus mengeluarkan dentuman hampir kira-kira setiap 30 menit. Dentuman tersebut sering terdengar dari savana ini, diikuti jatuhnya sisa-sisa abu dan pasir. Kami beristirahat sebentar disini.

Kami pun melanjutkan perjalanan setelah beristirahat sekitar 5 menit. Perjalanan kami akhirnya tiba di pos Kalimati sekitar jam 3 sore, yang terdapat pondok peristirahatan seperti di pinggir danau Ranu Kumbolo. Di sini kita dapat menikmati pemandangan padang rumput, tumbuhan semak dan hamparan edelweiss. Kalimati merupakan nama sungai yang sudah tidak dialiri air lagi. Di tempat ini terdapat mata air untuk mengisi perbekalan air kita. Untuk menuju tempat tersebut kita harus berjalan ke arah Barat atau sebelah kanan dari Kalimati sekitar 15 menit. Mata air tersebut merupakan mata air temporer, tidak selalu ada air, itu sebabnya kita harus memenuhi tempat air kita dari Ranu Kumbolo, karena dikhawatirkan sudah tidak ada lagi mata air hingga ke puncak Mahameru. Kami beruntung saat itu masih ada sumber air yang mengalir kecil. Kami menampungnya di beberapa botol aqua besar. Di Kalimati, hawanya sangat dingin sekali, dan terkadang turun salju disini. Banyak pendaki juga berkemah di area ini sebelum melakukan pendakian akhir menuju puncak (summit attack) dengan meninggalkan tenda dan ransel-ransel bawaan yang berat, dengan hanya membawa tas daypack yang berisi makanan, minuman dan beberapa perlengkapan penerang jalan, mengingat summit attack biasanya dilakukan sekitar jam 11 malam dari tempat ini. Kami coba ngemil makanan kecil saja disini.

Pos di Kalimati

Mata air di Kalimati

Setelah cukup kenyang dan siap untuk bergerak lagi sekitar jam setengah 4 lewat, kami pun kembali melanjutkan perjalanan menuju Arcopodo, basecamp kami sebelum summit attack. Perjalanan dari menuju Arcopodo cukup berat, mengingat jalurnya mempunyai derajat kemiringan lebih besar dibandingkan jalur-jalur perjalanan sebelumnya. Setelah berjuang dengan sabar walaupun seringkali istirahat karena jalur pendakian yang berat, akhirnya kami pun tiba sekitar jam 6 sore di Arcopodo yang memiliki ketinggian 2900 m dpl. Di Arcopodo semua pendaki akan mendirikan tenda untuk bermalam tenda dan ransel-ransel bawaan yang berat, sebelum perjalanan menuju puncak pada pagi buta, agar bisa mencapai puncak pada pagi-pagi sekali untuk menikmati sunrise, dengan hanya membawa tas daypack yang berisi perbekalan sepertlunya saja diantaranya adalah makanan, minuman dan beberapa perlengkapan penerang jalan, sarung tangan, dan beberapa perlengkapan yang tidak terlalu berat lainnya, mengingat medan berpasir yang sangat berat menuju puncak Mahameru. Kami tiba sekitar jam setengah 6 sore di Arcopodo dimana Bobby dan Icha yang tiba lebih dulu telah menemukan tempat yang cocok untuk mendirikan tenda mengingat banyak sekali para pendaki yang telah tiba lebih dulu disana dan mendirikan tenda. Kami pun masak dan makan malam. Setelah itu kami ngobrol-ngobrol dulu sambil bercanda sebelum masuk tenda untuk memulihkan tenaga dan berencana untuk bangun jam 1 pagi sebelum menuju puncak. Suasana di Arcopodo adalah detik-detik yang sangat menegangkan buat saya karena saya merasakan suasana mistis yang cukup kental malam itu, bahkan setelah bangun tidur kembali jam 1 tengah malam sampai berada di puncak Mahameru. Akhirnya kami pun beranjak ke tenda dan tidur sekitar jam 7 malam.

Tenda saya dan Dion dan ransel-ransel

Tenda Bobby, Fikri dan Icha

Perjalanan dari Arcopodo menuju Puncak Mahameru
Alarm berbunyi jam 1 pagi, pertanda kami harus bangun. Satu-persatu dari kami mulai keluar dari tenda dengan mata yang masih berat untuk terbuka dan mulut yang masih sambil menguap-nguap. Kami masak untuk sarapan pagi sebelum menggapai puncak Mahameru. Setelah cukup kenyang dan makanan sudah turun, dan setelah berphoto sejenak, kami pun bergegas melanjutkan perjalanan menuju puncak Mahameru. Sebelum bergerak menggapai puncak Mahameru, kamipun terlebih dahulu berdoa berdasarkan kepercayaan masing-masing, mengingat perjalanan yang lebih berat yang akan kami lewati. Kami pun mulai bergerak bersama-sama perlahan tapi pasti dengan suhu yang sangat dingin pada jam 3 pagi.

Tidak lama setelah kami melewati kawasan hutan yang tersisa, akhirnya kami sampai di jalur yang berbatu dan berpasir. Suatu pemandangan yang sangat langka dalam pendakian gunung saat itu, mengingat dalam suasana liburan lebaran, banyak sekali pendaki yang berbarengan menuju puncak Mahameru saat itu, sepanjang mata memandang hanya lampu-lampu senter yang sangat banyak terlihat sampai ke atas sana, di tengah kegelapan di jalur pendakian yang berpasir menuju puncak Mahameru. Inilah jalur yang sering disebut dengan tanjakan 52 yang artinya lima kali melangkah naik, dua langkah melorot turun. :) Sangat ideal bila melewati jalur berpasir ini sampai ke puncak menggunakan sepasang tongkat (stick) khusus pendakian, namun diantara kami kebetulan tidak ada membawanya. Ketahanan fisik, daya tahan mata yang cukup tidur, mempengaruhi keadaan masing-masing dari kami siapa yang tiba lebih cepat untuk menikmati sunrise di puncak Mahameru, yang kadang rela meninggalkan teman-teman yang lain meskipun temannya tersebut adalah wanita, yang pastinya lebih sulit menghadapi mendan berpasir tersebut.

Menunggu Icha yang kelelahan, teman-teman yang lain lanjut terus ke atas

Sebagai team sapu, harus rela kehilangan saat-saat sunrise di puncak, dengan menunggu dan memberi semangat kepada Icha yang hampir menyerah dan minta ditinggal saja sendirian, sedangkan yang lainnya tancap gas terus untuk mengejar waktu agar bisa melihat sunrise di puncak Mahameru.

Berphoto sejenak terlebih dahulu di pasir Mahameru

Icha akhirnya tetap bersemngat untuk menggapai atap pulau Jawa

Akhirnya saya baru bisa tiba di puncak Mahameru yang penuh dengan bebatuan jam 8 pagi, dimana teman-teman satu team termasuk Icha, telah sampai lebih dulu di puncak Mahameru ini. Senang rasanya bisa bertemu lagi dengan teman-teman satu team setelah melewati perjuangan yang sangat berat dan langka, yaitu mengatasi ganasnya pasir Mahameru. Kami pun menikmati suasana pagi bersama-sama, saling bercanda, ngobrol-ngobrol sambil menunjuk arah perjalanan kami dari Ranu Kumbolo yang danaunya terhalang dengan gunung-gunung yang ada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kami saling mengambil foto masing-masing di sekitar bendera yang bertuliskan puncak. Juga ketika suara khas dentuman yang diikuti kepulan asap dan pasir debu (proses erupsi) yang keluar dari Jonggring Saloka, adalah kesempatan yang ditunggu-tunggu untuk mengambil foto. Sial saat itu, ketika kamera sudah siap untuk dijepret, suara erupsi tidak muncul-muncul, tapi begitu kameranya dalam keadaan tidak siap, muncul erupsi sehingga saya khususnya tidak bisa mengambil gambar close-up saat erupsi tiba. Setelah mengantri dengan para pendaki lain yang berfoto, kami akhirnya bisa berfoto bersama sebagai satu team, dengan meminta tolong pendaki lain untuk mengambil gambar.

Foto bersama sebagai satu team

Waktunya foto sendiri

Berphoto di batu nisan Soe Hok Gie, dan sahabatnya yaitu Idhan Lubis

In memoriam Soe Hok Gie & Idhan Lubis, Green Ranger Indonesia

Perjalanan dari Puncak Mahameru menuju Ranu Pani
Setelah cukup puas berada di puncak Mahameru, dan mengingat sudah jam 9 pagi yang bisa muncul gas beracun di sekitar puncak Mahameru, maka kami pun bersiap-siap turun kembali ke Arcopodo. Terakhir sebelum saya turun, saya meninggalkan lima atau enam pendaki lain yang masih ingin menikmati pemandangan. Tehnik mendaki jalur berpasir dan berbatu menuju puncak Mahameru berbeda dengan tehnik menuruninya, karena bila terjadi kesalahan akan membawa kami ke arah jurang dan jatuh terguling-guling. Bila Arcopodo menuju puncak Mahameru saya tempuh selama 5 jam, tapi ketika turun, saya tiba di Arcopodo sekitar 1 jam. Kami pun bersiap-siap membereskan tenda dan semua bawaan, untuk melanjutkan perjalanan ke bawah menuju Kalimati. Kami sangat berhati turun dari Arcopodo mengingat jalurnya yang terjal dan bawaan kamipun berat.

Akhirnya kami tiba di Kalimati menjelang jam 1 siang. Kamipun membuat indomie dulu untuk mengganjal perut siang itu dan beristirahat sejenak. Suasana mulai agak mendung ketika kami akan bersiap untuk bergerak lagi. Ada yang memutuskan langsung mengenakan jas hujan saat itu. Namun saya memilih untuk memakainya nanti saja ketika muncul hujan, mengingat mengenakan setelan jas hujan bisa dilakukan dengan cepat. Hingga daerah Jambangan belum hujan deras, dan ini saya manfaatkan mengambil gambar dekat bunga Edelweis. :)

Hujan mulai deras ketika memasuki hutan Cemora Kandang, dan masih berlanjut hujan ketika di Padang Savana Oro-oro Ombo dan juga Tanjakan Cinta, yang membuat saya terpeleset dua kali. :) Kami tiba di danau Ranu Kumbolo sekitar jam setengah lima sore, dan langsung berteduh di pondok yang telah penuh pendaki. Team kami yang sudah tiba di Ranu Kumbolo adalah saya, Dion dan Fikri, sedangkan Bobby dan Icha belum tiba. Akhirnya tidak lama kemudian mereka tiba, yang kami lihat dari kejauhan ada di Tanjakan Cinta yang licin karena hujan yang tak kunjung mereda.

Setibanya di dekat pondok ada di Ranu Kumbolo, mereka langsung mendirikan tenda. Mengingat tenda kami hanya 2 dimana yang satu lagi yang dibawa Fikri tembus air, maka saya memutuskan saya dan Fikri lanjut turun menuju Ranupani bersama kelompok pendaki yang juga lanjut turun ke Ranupani yang bertujuan melihat sunrise di Pananjakan pagi harinya. Dengan kondisi semangat juang, walaupun kurang tidur karena terus bergerak dari jam 3 pagi, dan logistik yang menipis dengan ngemil indomie mentah, hujan yang tak kunjung reda walaupun tidak terlalu deras, dengan pakaian yang mulai basah sedikit demi sedikit yang tembus dari sela-sela jahitan jas hujan, dan terjatuh terjerembab 2 kali karena medan menurun yang licin dan dengkul yang dah mulai linu-linu, akhirnya saya dan Fikri bisa sampai di Ranupani sekitar jam 10.30 malam. Kami langsung makan malam di warung warga yang masih buka, setelah cari tempat menaruh ransel-ransel dan tempat tuk istirahat kami di rumah pak Tumari yang penuh dengan pendaki yang baru saja turun gunung. :)

Perjalanan dari Ranu Pani menuju Jakarta
Keesokan harinya kami berjumpa kembali dengan team kami yang tiba dari Ranu Kumbolo, yaitu Bobby, Dion dan Icha. Setelah kami menikmati makan siang, sekitar jam 2 siang kami pun ikut dengan truk yang hampir penuh dengan penumpang, untuk mengantarkan kami menuju Tumpang.

Setibanya di Tumpang kami lanjutkan perjalanan mengejar waktu menuju stasiun kereta Malang. Beruntung kami masih sempat membeli tiket kereta Mataremaja yang tidak lama lagi akan berangkat jam 4 sore menuju Jakarta. Akhirnya kami langsung naik ke gerbong yang tidak ada kursinya, mengingat kereta sudah penuh dengan penumpang, beruntung gerbong tanpa kursi tersebut masih belum penuh. Mengingat ini adalah moment arus balik, jadi hanya dalam tiga atau empat stasiun ke depan, gerbong kami pun sudah penuh sesak dengan penumpang, yang tadinya pedagang asongan bisa berjalan untuk menjajakan barang dagangan mereka, menjadi tidak bisa lewat lagi karena sudah penuh sesak dengan penumpang yang duduk di lantai gerbong kereta tersebut. Hal ini berlanjut hingga keesokan harinya, dimana pada pagi hari para penumpang masih bergeletakan tidur serupa seperti barisan ikan asin. :)